Magelang – Polisi menetapkan empat tersangka dalam kasus dugaan pungutan liar (pungli) berkedok program percepatan Pendidikan Profesi Guru (PPG) di Kabupaten Magelang. Mereka berstatus guru, bahkan tiga di antaranya masih mengajar. Begini penjelasan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Magelang.
Ratusan guru honorer Pendidikan Agama Islam (PAI) diduga menjadi korban dalam kasus ini. Polresta juga mengamankan barang bukti uang tunai Rp 1,16 miliar. Dari empat tersangka itu, baru satu orang yang sudah ditahan. Dia berinisial TM (42), guru PAI di SDN Bandungan, Kabupaten Semarang.
Sedangkan tiga tersangka lainnya dari Kabupaten Magelang, yaitu HY (44) dan KZP (35), keduanya warga Salaman, serta JM (32) warga Tempuran. Ketiga tersangka ini belum ditahan. Proses penyidikannya masih berlangsung.
“Ini kan belum ada penahanan dan sebagainya, tetap mereka mengajar,” kata Kepala Dikbud Kabupaten Magelang, Slamet Achmad Husein saat dihubungi wartawan, Selasa (24/9/2024).
Husein juga bilang bahwa tidak ada yang namanya percepatan PPG secara mandiri
“Tidak pernah ada mandiri, kalau kita yo sudah (anggarkan) APBN, kalau APBD tidak semuanya,” ujar dia.
Awal Terungkapnya Kasus Pungli
Diberitakan sebelumnya, kasus dugaan pungutan liar ini diungkap Polresta Magelang pada 9 Maret 2024. Terungkapnya kasus dugaan pungutan liar karena adanya laporan dari warga.
Saat itu, ada tiga tersangka yang tertangkap tangan, yaitu KZP (35), HY (44), dan JM (32). Dari penyelidikan yang dilakukan, polisi kemudian menangkap TM (45) sebagai Ketua Umum Perhimpunan Guru dan Tenaga Kependidikan (PGTK) Bumi Serasi, pada 27 Mei 2024.
TM yang juga merupakan guru SDN di Bandungan, Kabupaten Semarang, awalnya dipanggil dan langsung dilakukan penahanan. TM dihadirkan dalam konferensi pers di Mapolresta Magelang pada Senin (23/9) kemarin. TM kemudian dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Kabupaten Magelang.
“Tersangka TM, yang dia adalah guru pada sekolah negeri yang ada di Bandungan (Kabupaten Semarang). Dia adalah Ketua Umum PGTK, tapi karena profesinya guru, makanya dia penyelenggara negara. Kemudian tersangka HY, KZP dan JM sementara berjalan proses penyidikannya. Dalam waktu dekat berkas akan segera kita kirim tahap satu ke Kejaksaan. Yang tiga sementara belum kita tahan,” kata Kapolresta Magelang Kombes Mustofa, Senin (23/9).
Modus Operandi Pungli
Mustofa membeberkan modus operandi TM adalah mendirikan PGTK Bumi Serasi. Kemudian dia menyampaikan soal program percepatan PPG lewat jalur mandiri yang sebenarnya tidak ada.
“Memungut biaya Rp 8,5 juta kepada guru Pendidikan Agama Islam (PAI) di Kabupaten Magelang yang lolos seleksi akademik, namun belum dipanggil PPG. Modusnya tersangka kepada korban (menyampaikan) kalau kamu lulus sertifikasi, kamu memiliki sertifikat setiap bulan akan mendapatkan tunjangan Rp 3,5 juta. Jadi kenapa para guru tertarik karena ada sebuah pernyataan kalau sampai kamu lolos sertifikasi dan kamu punya sertifikat nanti kamu akan mendapat tunjangan,” kata Mustofa.
Uang tersebut dikumpulkan di rumah tersangka KZP. Petugas pun kemudian melakukan penangkapan dan didapatkan uang tunai mencapai lebih dari Rp 1 miliar.
“Pada tanggal 9 Maret 2024 pukul 14.00 di rumah tersangka KZP, kita berhasil mengamankan uang tunai Rp 1.037.000.000 yang terkumpul dari 122 orang guru PAI dan uang tunai Rp 127.500.000 yang terkumpul dari 15 orang guru PAI SD se-Kecamatan Tegalrejo oleh pengurus PGTK Bumi Serasi Magelang. Saat di-OTT yang berada di TKP saat itu adalah tersangka KZP, HY dan JM. Selanjutnya barang bukti uang dan para tersangka dibawa ke Polresta Magelang,” katanya.
Peran Para Tersangka
Dalam pengembangan penyelidikan, penyidik menemukan peran masing-masing tersangka.
“Tersangka TM perannya menentukan besaran tarikan uang atau pungutan yang Rp 8,5 juta. Selaku Ketua Umum PGTK Bumi Serasi mengangkat tersangka KZP, HY, dan JM sebagai pengurus PGTK Kabupaten Magelang,” katanya.
Mustofa menyebut para pelaku dijerat Pasal 12 huruf e dan/atau pasal 12 huruf f dan/atau pasal 11 UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi juncto pasal 55 KUHP.
“Ancaman hukuman pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar,” tegasnya.
sumber: detikjateng
Polda Jateng, Kapolda Jateng, Irjen Pol Ribut Hari Wibowo, Wakapolda Jateng, Brigjen Pol Agus Suryonugroho, Kabidhumas Polda Jateng, Kombes Pol Artanto, Jawa Tengah, Jateng, AKBP Sigit, AKBP Erick Budi Santoso, Iptu Mohammad Bimo Seno, AKBP Suryadi, Kombes Pol Ari Wibowo, Kompol Muhammad Fachrur Rozi, Kepolisian Daerah Jateng, Polisi Jateng, Polri, Polisi Indonesia, Artanto, Ribut Hari Wibowo, pikadadamai, pilkadajatengdamai, pilgubjatengdamai