Sukoharjo – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) melakukan investigasi terkait meninggalnya seorang santri salah satu pondok pesantren (ponpes) di Desa Sanggrahan, Kecamatan Grogol, Sukoharjo, berinisial AKPW (13).
AKPW warga Kecamatan Jebres, Kota Solo, itu diduga meninggal usai dianiaya seniornya berinisial MG (15) warga Wonogiri, pada Senin (16/9) sekira pukul 11.00 WIB.
Perwakilan KPAI dan KPPPA melakukan kunjungan ke keluarga korban, Ponpes Az-Zayadiyy, dan Polres Sukoharjo. Anggota KPAI Diyah Puspitarini mengatakan kunjungan ini untuk melihat kronologi kasus tersebut secara utuh dari berbagai pihak.
“Kami juga memastikan, anak yang berkonflik dengan hukum, yang saat ini sudah ditetapkan sebagai anak pelaku, dan sudah diproses. Termasuk ada anak-anak saksi yang masih harus dilindungi hak-haknya,” kata Diyah kepada awak media di Ponpes Az-Zayadiyy, Kecamatan Grogol, Sukoharjo, Sabtu (21/9/2024).
Diyah mengatakan, dari pihak keluarga meyakini permasalahan itu dipicu karena korban dimintai uang. Sementara dari pihak kepolisian mengatakan karena korban dimintai rokok. Hal itu masih akan dipastikan oleh KPAI.
Korban dianiaya oleh pelaku di kamar 23 gedung asrama putra. Saat korban tidak sadarkan diri, Diyah mengatakan pihak Ponpes telah melakukan standar SOP dengan membawa ke klinik dan memberitahu orang tua korban.
“Kita akan fokus dengan apa yang dilakukan pihak pondok nanti, terkait upaya pencegahan agar tidak terulang kembali. Saat ini yang kami pastikan adalah anak saksi, anak pelaku, serta anak korban yang harus mendapatkan kejelasan kepastian anak ini meninggal karena apa,” jelasnya.
Dia mengatakan, MG saat ini sudah dibawa ke Bapas. KPAI juga akan memastikan proses hukum dalam kasus ini akan cepat.
Di kesempatan yang sama, Plt Asisten Deputi Pelayanan Anak Yang Memerlukan Perlindungan Khusus KPPPA, Atwirlany Ritonga menambahkan, dari keterangan pihak pesantren, memang ditemukan adanya tindak penganiayaan.
“Kepada pihak Ponpes, kita menelusuri apa yang sebenarnya sudah terjadi, dan dilakukan oleh Ponpes. Tadi disampaikan bahwa kronologinya sudah jelas ada pemukulan kepada anak korban, yang dilakukan oleh anak yang berkonflik dengan hukum,” kata Atwirlany.
Pihaknya juga mendorong pihak keluarga untuk mengajukan restitusi, yang diajukan ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
“Keluarga korban kami akan dorong untuk mengajukan permohonan restitusi atau ganti rugi. Bawha ini adalah hak yang wajib. Artinya anak korban mendapatkan penggantian kerugian moril ataupun materiil yang diajukan ke LPSK,” jelasnya.
Lalu apakah MG bisa dipenjara? Atwirlany menjelaskan, umur MG masih 15 tahun, jika memang terbukti melanggar pidana sesuai UU Perlindungan Anak akan ada sistem peradilan pidana anak.
“Maka harus diperhatikan agar mengikuti sistem peradilan pidana anak, apakah nanti anak akan dibina di LPKA, berapa lama. Dan bagaimana tuntutan dan putusan hakim, itu akan menentukan apakah seberapa besar anak bertanggung jawab atas kesalahan yang dilakukan,” ucapnya.
Dia menjelaskan, yang masih menjadi permasalahan adalah menarik tanggung jawab ke orang tua atau Ponpes atau pihak yang lain untuk bertanggung jawab atas kejadian ini.
“Sesuai aturan perundangan, memang belum ada bagaimana menjerat pihak-pihak dewasa, yang terbukti melalaikan,” pungkasnya.
Polisi Turun Tangan
Diberitakan sebelumnya, seorang santri SMP kelas 8 yang mondok di salah satu pondok pesantren di Desa Sanggrahan, Kecamatan Grogol, Sukoharjo, berinisial AK (13) meninggal dunia di tangan seniornya sendiri. Polisi turun tangan.
Kapolres Sukoharjo, AKBP Sigit, mengatakan anak yang berhadapan dengan hukum berinisial MG (15) warga Wonogiri. MG merupakan kakak kelas korban yang duduk di bangku kelas 9. Waktu kejadian pada Senin (6/9) sekira pukul 11.00 WIB.
“Awalnya pada saat berjalan di lorong, terduga (MG) mencium bau rokok dari kamar sebelah, 2.3, dan langsung didatangi. Setelah datang, anak yang bermasalah dengan hukum ini, meminta rokok kepada salah satu anak kelas 8 (korban). Karena tidak punya (rokok), tidak dikasih,” kata Sigit saat konferensi pers di Mapolres Sukoharjo, Selasa (17/9).
sumber: detikjateng
Polda Jateng, Kapolda Jateng, Irjen Pol Ribut Hari Wibowo, Wakapolda Jateng, Brigjen Pol Agus Suryonugroho, Kabidhumas Polda Jateng, Kombes Pol Artanto, Jawa Tengah, Jateng, AKBP Sigit, AKBP Erick Budi Santoso, Iptu Mohammad Bimo Seno, AKBP Suryadi, Kombes Pol Ari Wibowo, Kompol Muhammad Fachrur Rozi, Kepolisian Daerah Jateng, Polisi Jateng, Polri, Polisi Indonesia, Artanto, Ribut Hari Wibowo