PALANGKA RAYA – Subdit Tindak Pidana Korupsi Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Kalimantan Tengah menetapkan tiga orang tersangka, yakni HV, RR dan AT atas tindak pidana korupsi pengadaan alat pemadam kebakaran pada BPBD Kabupaten Kapuas.
“Ketiga tersangka tersebut diduga korupsi pengadaan alat pemadam kebakaran di BPBD Kabupaten Kapuas pada periode 2020 lalu,” kata Kabid Humas Polda Kalteng, Kombes Pol Erlan Munaji, Rabu.
Dirinya menjelaskan, bahwa tersangka HV selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), RR selaku peminjam tiga perusahaan antara lain CV Rajawali Surya Sejati, CV Jukung Lantik dan CV Villy Indah Pratama, kemudian AT selaku Direktur yang meminjamkan CV Jukung Lantik.
Kasus tindak pidana korupsi tersebut terjadi ketika ada tiga proyek pada 2020 lalu, yakni yang dilakukan oleh CV Villy Indah Pratama dengan nilai kontrak Rp 1,8 Miliar, CB Rajawali Surya Sejati nilai kontrak Rp. 717 Juta dan CV Jukung Lantik sebesar Rp 304 Juta.
“Ketiga proyek ini dikerjakan oleh RR selaku peminjam tiga perusahaan yang menyebabkan kerugian negara berdasarkan hasil pemeriksaan BPK RI mencapai Rp 1,5 Miliar,” ucapnya didampingi Wadir Reskrimsus AKBP Bayu Wicaksono dan penyidik tipikor.
Penanganan kasus dugaan tipikor bermula informasi masyarakat pada 2021 lalu yang melaporkan, bahwa barang hasil pengadaan yang diterima diketahui tidak sesuai dengan spek yang ditentukan dalam E-Katalog, bahkan laporan tersebut disertai pengujian spek barang yang telah melalui pengujian di laboratorium.
Hasil pengujian, alat yang diterima ternyata hanya buatan lokal Indonesia, berbeda dengan alat yang dimasukkan di E-Katalog yang berasal dari negara Kanada.
“Untuk perkara tipikor ini sudah P21 dan penyidik juga telah melimpahkan berkas ke Kejati Kalteng. Perkara masih terus berproses dengan kemungkinan adanya penambahan tersangka,” ujarnya.
Adapun perbuatan melawan hukum yang dilakukan HV selalu PPK adalah tidak cermat dalam menyusun HPS dengan tidak memperhatikan harga pasar (Mark up harga), membocorkan rincian HPS kepada RR sebelum proses lelang, menerima hasil pekerjaan tidak sesuai spesifikasi teknis yang dipersyaratkan dalam kontrak, lalu menerima uang sebesar Rp juta serta fasilitas hiburan dan akomodasi dari RR.
Sedangkan AT selaku Direktur CV Jukung Lantik yang meminjamkan perusahan ke RR turut membantu dalam merekayasa dokumen penawaran dan kualifikasi tiga perusahaan. Seperti tanda tangan direktur kop surat stempel dan username serta password akun.
“Jadi dalam kasus ini ada dua penyimpangan, yakni dalam pemilihan penyedia barang atau jasa kemudian penyimpangan dalam pelaksanaan pekerjaan. Ketiga tersangka dikenakan Pasal 2 ayat 1 Jo Pasal 3 Jo Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah UU RI Nomor 20 tahun 2001,” tuturnya.
Erlan menambahkan, jika perkara Tipikor di BPBD Kapuas sudah dimulai dari perencanaan, di mana kolusi terjadi antara Kepala BPBD Kapuas dengan tersangka RR.
Pada kasus ini, RR membantu membereskan pekerjaan proyek di tahun anggaran 2019 yang sempat bermasalah.
“Karena sumbangsih tersebut terjadi hubungan emosional, sehingga Kepala BPBD Kapuas memberikan pekerjaan kepada RR di tahun 2020,” pungkasnya. (*)