Sukoharjo – Dua caleg DPRD Sukoharjo terpilih dari PDIP, Aristya Tiwi Pramudiyatna (Dapil 2), dan Ngadiyanto (Dapil 5) yang gagal dilantik karena sistem komandante kini melaporkan pengurus DPC PDIP Sukoharjo ke polisi. Pengurus PDIP bernama Nurjayanto itu dilaporkan terkait pemalsuan dokumen.

Kuasa hukum Ngadiyanto dan Tiwi, Wasyim Ahmad Argadiraksa mengatakan pengurus partai itu diduga melakukan pemalsuan surat kesediaan pengunduran diri.

“Kami melaporkan adanya tindak pidana pemalsuan dokumen yang diduga dilakukan oleh oknum pengurus DPC PDIP Sukoharjo, berinisial N. Berupa, pertama, surat pengunduran diri, kemudian surat penarikan calon terpilih, dan surat kesediaan mengundurkan diri dalam hal ini klien kami,” kata Wasyim kepada awak media di Mapolres Sukoharjo, Senin (7/10/2024).

Dalam aduannya ini, pihak Ngadiyanto dan Tiwi menemukan sejumlah kejanggalan dalam beberapa surat. Hal itu membuat keduanya gagal dilantik menjadi anggota DPRD Sukoharjo.

“Ada beberapa hal yang kami nilai ada kejanggalan. Yang pertama terkait dengan nomor surat, adanya persamaan nomor surat di dua surat yang berbeda. Kedua adanya perbedaan, di kop surat berbunyi DPC PDIP Sukoharjo di isi surat berbunyi DPD PDIP. Ketiga, kami menemukan kejanggalan terkait bentuk tanda tangan dari Ketua DPC PDIP Sukoharjo, antara surat pengunduran diri dari DPC PDIP, dengan surat kesediaan pengunduran diri calon terpilih,” jelasnya.

“Keempat, terkait surat pernyataan kesediaan mengundurkan diri dari caleg dalam hal ini klien kami. Di situ waktu penandatanganan tanggal bulan dan tahun, itu dikosongkan. Waktu kemarin kami melihat ada yang mengisi di surat kesediaan pengunduran diri tersebut. Jadi waktu penandatangan 8 Februari, di dokumen berbunyi 24 Maret 2024. Sehingga kami melakukan laporan,” sambungnya.

Sejumlah dokumen ia lampirkan sebagai alat bukti dalam aduanya ke Polres Sukoharjo. Surat tanda terima aduan dikeluarkan dengan nomor: STTA/925/X/2024/RESKRIM. Dalam surat tersebut tertulis bahwa pihak yang diadukan adalah Nurjayanto.

“Pasal yang kami duga di sini adalah pasal 263 KUHP tentang tindak pidana pemalsuan dokumen. Pasal 263 KUHP ini bukan hanya keseluruhan memalsukan, tetapi menambah atau mengurangi part-part pada bagian surat, itu juga bagian dari memalsukan,” ujarnya.

Wasyim mengatakan, Ngadiyanto dan Tiwi sudah melakukan upaya hukum ke PTUN dan DKPP Semarang. Kini, keduanya menempuh upaya hukum dengan melaporkan ke Polres Sukoharjo.

“Klien kami melakukan upaya hukum, pertama di PTUN Semarang, kedua di DKPP, lalu laporan ke sini. Ini sebagai bentuk upaya agar klien kami mendapatkan haknya kembali. Pada faktanya klien kami sebagai Caleg DPRD Sukoharjo terpilih,” pungkasnya.

detikJateng telah berupaya meminta konfirmasi hal tersebut kepada Sekretaris DPC PDIP Sukoharjo, Nurjayanto. Namun, hingga berita ini ditulis belum ada respons terhadap pesan Whatsapp yang dikirim.

Diberitakan sebelumnya, Ngadiyanto dan Tiwi sempat ditetapkan dalam Rapat Pleno Penetapan Perolehan Kursi Partai Politik dan Calon Terpilih dalam Pemilihan Umum Anggota DPRD Kabupaten Sukoharjo Tahun 2024.

“Nomor 6, Aristya Tiwi Pramudiyatna, S.E. Suara sah 5.330, nomor urut dalam DCT 5, dari PDI Perjuangan,” kata Komisioner KPU Sukoharjo Bambang Muryanto, saat membacakan penetapan anggota DPRD Sukoharjo 2024 dari Dapil 2, di Gedung PGRI Sukoharjo, Kamis (2/5).

Namun, KPU akhirnya menganulir penetapan itu. Keduanya diganti dengan caleg yang lain berddasarkan surat yang dikirim oleh DPC PDIP Sukoharjo.

Sistem Komandante

Tak hanya dari Sukoharjo, beberapa caleg terpilih dari daerah lain juga gagal dilantik karena sistem komandante yang diterapkan PDIP Jateng. Bendahara DPD PDIP Jateng, Agustina Wilujeng menyebut aturan internal itu berdasar PP 1/2023 di mana para caleg setiap dapil telah dibagi berdasarkan wilayah tempur. Dia menyebut setiap caleg telah memahami sistem tersebut.

“Mereka sadar sebelum DCS (daftar calon sementara, red) bahwa sistemnya seperti ini. Terjadi pelatihan yang sangat sering, dalam setiap tahapan yang terselesaikan, kami melakukan selebrasi,” ujarnya melalui pesan singkat, Rabu (29/5).

Misalnya caleg DPRD Jateng Dapil 1 dengan wilayah Kota Semarang, caleg-caleg tersebut dibagi dengan wilayah tempur lebih kecil yakni kecamatan. Bila caleg kalah di wilayah tempurnya, caleg itu akan diganti meski secara akumulasi suara dinyatakan terpilih.

“Sistem ini berlaku di seluruh Jawa Tengah, baik DPRD kab/kota dan provinsi,” tambahnya.

Dia menyebut rata-rata caleg setuju dengan sistem tersebut. Caleg yang keberatan juga bisa membatalkan pencalonannya sebelum DCT (daftar calon tetap) ditetapkan oleh KPU.

“Ada kesempatan sangat panjang bagi mereka untuk mengundurkan diri sebelum Daftar Calon Tetap dimasukkan ke KPU jika tidak setuju sistem ini,” ujarnya.

sumber: detikjateng

 

Polda Jateng, Kapolda Jateng, Irjen Pol Ribut Hari Wibowo, Wakapolda Jateng, Brigjen Pol Agus Suryonugroho, Kabidhumas Polda Jateng, Kombes Pol Artanto, Jawa Tengah, Jateng, AKBP Sigit, AKBP Erick Budi Santoso, Iptu Mohammad Bimo Seno, AKBP Suryadi, Kombes Pol Ari Wibowo, Kompol Muhammad Fachrur Rozi, Kepolisian Daerah Jateng, Polisi Jateng, Polri, Polisi Indonesia, Artanto, Ribut Hari Wibowo, pikadadamai, pilkadajatengdamai, pilgubjatengdamai