Berita

Kasus Teror di Semarang: Pemilik Bangunan Diteror Oknum Mengaku Keluarga Tuan Tanah

Cropped Favicon Bi 1.png
×

Kasus Teror di Semarang: Pemilik Bangunan Diteror Oknum Mengaku Keluarga Tuan Tanah

Share this article
Kasus Teror Di Semarang: Pemilik Bangunan Diteror Oknum Mengaku Keluarga

SEMARANG – Wahyune Maliyani, anak pemilik sah lahan dan bangunan atas nama Munsaidi Eko Rahardjo di Kampung Demes dan Kampung Baris, Kelurahan Karangturi, Kecamatan Semarang Timur, Kota Semarang merasa resah dan tertekan.

Rumahnya tidak lagi terasa aman, ponselnya terus berdering, semua ini karena teror dari oknum yang mengaku sebagai keluarga dan ahli waris Tasripin, seorang tuan tanah yang dikabarkan memiliki beberapa bidang tanah di wilayah tersebut.

Sejak tahun 2022, orang tersebut terus menuntut Wahyune untuk menebus lahan yang diklaim sebagai warisan keluarga mereka.

Rasa takut Wahyune semakin memuncak karena tekanan ini tidak hanya lewat telepon, tetapi juga dalam bentuk kunjungan langsung ke rumahnya. Orang itu menuntut agar Wahyune menebus atau membayar tanah yang telah ia miliki bertahun-tahun.

Terlebih lagi, orang tersebut juga membawa rincian biaya tinggi yang harus segera dibayar jika Wahyune ingin tetap mempertahankan tanah dan bangunannya.

Masalah ini bermula ketika Wahyune mendapati kejanggalan pada lahan dan bangunan yang ia miliki di Kampung Demes.

Sekitar tahun 2018, saat sertipikat tanahnya dibalik nama dari nama orangtuanya ke dirinya, ia terkejut karena luas tanah yang sebelumnya berukuran 71 meter persegi mendadak berkurang menjadi 49 meter persegi. Sehingga luas tanah miliknya hilang 22 meter persegi.

Lalu Wahyune pun menanyakannya kepada pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN). Oleh pihak BPN, tanah seluas 22 meter persegi tersebut dijawab bukan miliknya, namun tercatat sebagai milik pihak lain atau tuan tanah.

Kemudian, pada tahun 2022, seorang pria yang mengaku sebagai ahli waris tuan tanah muncul, menuntut pembayaran untuk tanah 22 meter persegi tersebut senilai NJOP, yaitu Rp 3.100.000 per meter.

Tidak hanya itu, tanah Wahyune lainnya yang terletak di Kampung Baris, seluas 67 meter persegi, juga dituntut untuk ditebus seharga Rp 3.375.000 per meter.

Sambil didampingi oleh tim kuasa hukumnya dari LBH Mega Cakra Keadilan, yaitu Dr. Soesanto Gunawan, SH, MH, MM, dan Soeryono Roestam, SH, Wahyune mengungkapkan bahwa rincian biaya tebusan tersebut dinilai sangat memberatkan dirinya.

“Tahun 2022 mereka sudah memberikan rincian tebusan, dan menuntut saya membayar sesuai NJOP,” keluh Wahyune saat ditemui di sebuah rumah makan di Jalan Peres, Semarang Utara, Jumat (1/11/2024).

Kini, di tahun 2024, teror tersebut semakin intensif. Selain didatangi langsung, pria itu kembali datang dengan rincian biaya tebusan terbaru, bahkan melibatkan pihak lain yang juga mengaku sebagai ahli waris tuan tanah.

Wahyune hanya berharap ada titik terang dalam permasalahan ini. Dengan bantuan kuasa hukum, ia berupaya agar haknya sebagai pemilik sah diakui, dan teror yang mengancam kesejahteraan serta ketenangan keluarganya segera berakhir.

Dr Soesanto Gunawan, SH, MH, MM, kuasa hukum Wahyune mengatakan, akibat peristiwa tersebut, kliennya merasa tertekan dan keberatan karena diharuskan membayar tebusan tanah yang dinilai terlalu tinggi.

“Mereka merasa bahwa tanahnya itu punyanya tuan tanah, sedangkan gedungnya punya klien kami,” ucap Soesanto.

Ia menyebut, atas kejadian tersebut pihaknya belum berencana mengambil langkah hukum meskipun kliennya setiap hari merasa ketakutan karena terus diteror dan diharuskan membayar tebusan tanah miliknya.

“Saya diminta klien untuk menegokan harga agar bisa turun di bawah harga NJOP. Sejauh ini belum ada rencana melaporkan,” jelasnya.

Soeryono Roestam, kuasa hukum lainnya, menambahkan bahwa selain kepada kliennya, teror ini sebelumnya juga dialami oleh warga lain di wilayah tersebut. Banyak dari mereka merasa terintimidasi dan terpaksa menyerah pada tuntutan, sebagian besar karena ketidaktahuan soal hak tanah.

“Kami berencana bermediasi untuk mencari jalan tengah, dan diharapkan pemerintah dapat ikut turun tangan. Kami melihat beberapa warga sudah memiliki sertipikat namun masih diotak-atik oleh pihak yang mengaku ahli waris,” jelas Soeryono.

sumber: indoraya

 

Polrestabes Semarang, Kapolrestabes Semarang, Kombes Irwan Anwar, Kota Semarang, Pemkot Semarang, Polda Jateng, Kapolda Jateng, Irjen Pol Ribut Hari Wibowo, Wakapolda Jateng, Brigjen Pol Agus Suryonugroho, Kabidhumas Polda Jateng, Kombes Pol Artanto, Jawa Tengah, Jateng, Kepolisian Resor Kota Besar Semarang, Polisi Kota Besar Semarang, Artanto, Ribut Hari Wibowo