BREAKING

Berita Jateng

Komisi VIII Didesak Hapus Pasal Pemasangan Kontrasepsi Disabilitas di RUU P-KS

Jakarta – Koalisi Gerakan Perempuan Disabilitas meminta Komisi VIII DPR menghapus pasal pemasangan kontrasepsi disabilitas atau Pasal 104 dalam RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU P-KS). Perempuan disabilitas menilai pasal tersebut melanggar prinsip penghormatan atas tubuh dan pribadi seseorang.

“Waktu itu draf Pasal 104, di sebelumnya mereka mengatakan pemasangan kontrasepsi paksa itu adalah tindakan kriminal, tindakan pidana. Tapi ketika di (Pasal) 104, mereka mengatakan terkecuali pemasangan kontrasepsi pada penyandang disabilitas mental dan intelektual, itu dapat diputuskan oleh keluarga dan tenaga ahli,” kata Ketua Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia (HWDI) Maulani Rotinsulu di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Jumat (8/3/2019).

Pasal 104 dalam draf RUU P-KS berbunyi: Dalam hal pemasangan kontrasepsi terhadap orang dengan disabilitas mental yang dilakukan atas permintaan keluarga berdasarkan pertimbangan ahli untuk melindungi keberlangsungan kehidupan orang tersebut bukan merupakan tindak pidana.

Maulani menilai prinsip penghormatan atas tubuh dan pribadi seseorang dilanggar dalam pasal tersebut. Menurutnya, penyandang disabilitas, meskipun memiliki tingkat intelektual terbatas, mereka tetap harus diperlakukan sebagaimana manusia yang lain.

“Prinsip dari UU Nomor 8 (Tahun 2016) kan bukan masalah terkait dengan dia bersikap seperti apa, dia gaya hidupnya bagaimana, berperilaku seperti apa, tapi bagaimana perlindungan itu harus dilakukan kepada mereka. Caranya dicari. Kalau UU Nomor 8, kalau misalkan dia intelektual terbatas, dicari bagaimana supaya dia memahami. Gitu kan, bahwasanya dia mempunyai hak untuk mengatakan, ‘Saya mau dipasang kontrasepsi atau saya tidak mau’,” jelas Maulani.

Maulani mengatakan prinsip UU Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas adalah adanya aksesibilitas dan akomodasi yang layak terhadap mereka. Itulah sebabnya, dikatakan Maulani, mengapa Koalisi Gerakan Perempuan Disabilitas memprotes Pasal 104 dalam RUU P-KS.

“Nah, itu kemudian kita protes habis-habis (Pasal) 104 itu, melanggar komitmennya RUU P-KS itu sendiri. Padahal prinsip RUU P-KS adalah berpihak kepada korban. Itu kan nggak berpihak pada korban,” tegasnya.

Meski memprotes bunyi Pasal 104, Maulani menegaskan tetap mendukung adanya RUU Penghapusan Kekerasan Seksual.

“Semuanya, semuanya kita setuju. Cuma kemudian datang yang teknis saja yang seperti kami sampaikan. Kemudian kalau misalkan disabilitas mental mempunyai hak untuk mengatakan kehendaknya, gimana caranya gitu? Kan ini sebenarnya cuma stigma,” ucapnya.

Sebelumnya, Koalisi Gerakan Perempuan Disabilitas memberikan pernyataan sikap mendukung disahkannya RUU P-KS. Pernyataan sikap tersebut terdiri atas empat poin, yang meliputi:

1. Mendukung rancangan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual yang disusun oleh Komnas Perempuan bersama berbagai organisasi perempuan, termasuk organisasi-organisasi penyandang disabilitas.
2. Mengingatkan kepada DPR RI untuk menghapus pasal 104 sesuai dengan surat Komnas Perempuan kepada Panja RUU P-KS Komisi VIII DPR RI.
3. Menolak sikap Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak yang menghilangkan banyak pasal-pasal penting di dalam RUU P-KS yang disusun oleh Komnas Perempuan dan organisasi-organisasi perempuan dan disabilitas.
4. Mendukung DPR RI untuk mempercepat proses pembahasan dan segera mensahkan RUU P-KS.

 

 

Sumber : Detik

Editor : Awlina login by Polda Jateng

Related Posts