BREAKING

Berita Jateng

Korea Utara Gelar Pemilu, Begini Cara Mereka Pilih Wakil Rakyat

bhinnekanusantara.idPemilu Korea Utara, yang digelar setiap lima tahun sekali, kembali diselenggarakan pada tahun ini, tepat pada hari Minggu, 10 Maret 2019. Di tingkat nasional, rakyat akan memilih para anggota badan legislatif yang bernama Majelis Tertinggi Rakyat (SPA).

Jumlah pemilih sah yang terakhir kali terdaftar adalah 99,97%, menurut kantor berita resmi KCNA. Sedangkan mereka yang berada di luar negeri atau sedang bekerja di lautan, tidak ambil bagian dalam pemilu kali ini.

Korea Utara dibagi menjadi beberapa daerah pemilihan. Ada 686 titik yang menjadi tempat pemungutan suara pada pemilu terakhir, tahun 2014 lalu.

Korea Utara menggelar pemilu lokal perdana setelah Kim Jong-un naik ke pucuk kekuasaan pada 2011. Para pemilih memilih wakil mereka di tingkat propinsi, kota, dan desa. Tiap satu surat suara hanya terdapat satu nama yang telah ditunjuk oleh partai milik Kim Jong-un, Partai Buruh Korea.

Menurut Aljazeera yang mengutip KCNA, pilkada dilaksanakan serentak pukul dua siang waktu setempat, dengan 91% pemilih yang turut berpartisipasi dalam pilkada perdana era Kim Jong-un ini.

Tiap warga yang telah berusia minimal 17 tahun, wajib berpartisipasi. Para pengamat menyebut bahwa pemilu lokal ini adalah akal-akalan pemerintah pusat untuk melakukan sensus penduduk.

“Pemerintah akan mengecek daftar nama dan dari situ mereka bisa melihat siapa yang tidak datang ke pemilu, berarti dianggap pembelot. Mereka akan menginvestigasi keluargamu,” kata Dae Younh-kim, seorang wartawan Korsel yang sangat berpengalaman meliput Korea Utara.

“Kertas suaranya pun sudah ada nama kandidat. Para pemilih tinggal memasukkan ke kotak suara yang tersedia. Ada dua kotak suara; yang satu ‘Ya’ yang satu ‘Tidak’, tentu anda tahu harus memasukkan kertas suara ke mana,” lanjutnya.

‘Dipaksa’ Datang ke TPS

Salah seorang pembelot bernama Kim Kwang-jin menegaskan, tugas warga negara adalah bukan untuk memilih kandidat, melainkan datang ke bilik suara. “Sebelum berangkat ke lokasi pemilihan, bukan kita yang mengecek siapa kandidat, melainkan mereka yang akan mengecek apakah saya akan datang ke hari pemilihan atau tidak.”

Menurut Kwang-jin, pilkada adalah sebuah propaganda pemerintah Korut yang selalu mengatakan negerinya demokratis. Mereka memaksa pemilih untuk datang ke lokasi pilkada.

“Otoritas lokal setempat memaksa datang ke bilik suara dan bagi siapa yang sakit sehingga tidak bisa datang, mereka akan mendatangi orang-orang itu untuk memilih kandidat yang telah ditentukan sebelumnya,” menurut Kwang-jin.

Bagi salah seorang analis Korut dari University of Leeds, Adam Cathcart, penunjukan wakil daerah tidak punya pengaruh apapun di pemerintahan pusat. Keberadaan mereka hanya sebuah validasi dan sensus informal orang-orang di pedesaan.

“Mereka bukan siapa-siapa di pemerintahan Kim. Mereka yang ditunjuk Kim bukan untuk pembuat keputusan di daerahnya, melainkan untuk memvalidasi kesetiaan rakyat Korut terhadap pemerintah pusat,” kata Cathcart.

 

 

Sumber : Merdeka

Editor : Bhuwananda login by Polda Jateng

Related Posts