Berita

Nasib Pria Semarang Menjadi Korban TPPO di Myanmar, Harus Tebus Rp150 Juta Bila Mau Pulang

Cropped Favicon Bi 1.png
×

Nasib Pria Semarang Menjadi Korban TPPO di Myanmar, Harus Tebus Rp150 Juta Bila Mau Pulang

Share this article
Nasib Pria Semarang Menjadi Korban Tppo Di Myanmar Dipaksa Kerja,

SEMARANG – Seorang pria berinisial A (36) asal Tanah Mas, Semarang Utara, Kota Semarang menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di Myanmar.

Korban di negara tersebut dipaksa bekerja sebagai scammer atau penipu di platform online.

Selain dipaksa bekerja sebagai scammer, korban juga mengalami penyiksaan dan pemerasan.

Keluarga korban bahkan sempat dituntut membayar Rp150 juta bilamana ingin pulang.

“Anak saya jadi korban TPPO dengan dijadikan sebagai scammer di Myanmar, dia ingin pulang saya tidak punya uang untuk memulangkannya,” ujar Ibu Korban Ing (63) di Kota Semarang, Rabu (26/6/2024).

Ing dan suaminya Jay (72) kini kelimpungan lantaran anak keduanya tersebut masih tertahan di Myanmar tanpa nasib yang jelas.

Menurut Ing, anaknya berangkat ke Myanmar setahun lalu persisnya pada 29 Mei 2023.

Anaknya bisa sampai ke Myanmar akibat terjerat penipuan online di Facebook dengan modus bekerja keluar negeri.

“Anak saya diiming-imingi kerja di Selandia Baru sebagai admin perusahaan dengan upah Rp12 juta sampai Rp20 juta perbulan,” terangnya.

Ing sempat mewanti-wanti kepada anaknya supaya jangan tergiur oleh pekerjaan tersebut.

Terlebih syarat kerja ke negera tersebut harus membayar Rp16 juta.

Namun, anaknya kukuh dengan alasan ingin mencari pengalaman kerja keluar negeri. Kekhawatiran Ing beralasan lantaran anaknya yang hanya lulusan SMA tak punya pengalaman kerja atau keahlian tertentu.

“Pengalaman kerja anak saya cuma bantu kerja di toko busana dan tidak pernah bekerja di luar toko,” tuturnya.

Selama berkomunikasi dengan anaknya, Ing mengungkapkan banyak penyiksaan yang dialami anaknya mulai dicambuk, disetrum, dipukuli hingga disuruh berlari memutari lapangan dengan membawa galon.

Penyiksaan tersebut diperoleh anaknya ketika tidak mencapai target dari pekerjaan sebagai scammer.

“Akibat penyiksaan itu mata kanan anak saya sampai mengalami gangguan, saya minta tolong kepada pemerintah khususnya Presiden untuk membantu memulangkannya,” terangnya.

Korban TPPO berinisial A dari Semarang bukanlah korban tunggal.

Ia bersama delapan korban lainnya saat ini sedang dalam pendampingan Jaringan Solidaritas Korban Kerja Paksa dan Perbudakan Modern Asia Tenggara.

“Kami sudah melaporkan ke berbagai instansi baik ke Mabes Polri maupun ke Kementerian Luar Negeri, Komnas HAM, dan lembaga lainnya. Namun, sampai sekarang tidak ada respon,” ucap Asisten Pengacara Publik LBH Semarang, Tuti Wijaya.

Tuti bertugas mendampingi keluarga korban A yang berada di Kota Semarang.

Pihaknya mendesak kepada pemerintah untuk segera memulangkan A sebab di sana korban sudah mengalami beragam penyiksaan yang berakibat mata kanannya mulai alami gangguan penglihatan dan mentalnya drop.

“Mata korban alami gangguan karena disuruh bekerja sebagai scammer di depan laptop selama 18 jam nonstop. Artinya, korban secara fisik dan mental kena” ujarnya.

Tuti menyebut para korban tinggal di kamp-kamp yang dijaga oleh pasukan bersenjata lantaran berada di zona konflik.

Kondisi itu diperolehnya melalui keterangan dan bukti foto atau video yang dihimpun Jaringan Solidaritas Korban Kerja Paksa dan Perbudakan Modern Asia Tenggara.

Korban dari Indonesia disinyalir berjumlah 60 orang tetapi yang dilakukan pendampingan sejauh ini masih delapan (8) orang.

“Korban A juga sempat dijual ke perusahaan lain di kawasan kamp tersebut karena tak memenuhi target. Di kamp itu korban A bersama 7 korban lainnya berkumpul, kelompok korban inilah yang kami dampingi,” bebernya.

Tuti menambahkan, rencananya kasus TPPO korban A akan dilaporkan ke Polda Jateng dalam waktu dekat ini.

Selain itu, pihaknya bersama orangtua korban sudah mengirim surat permohonan bantuan ke Presiden Joko Widodo pada Rabu (26/6/2024) sore.

“Negara harus hadir, kami tak mungkin ke sana menjemput sendiri karena lokasi kamp korban juga berasal di zona konflik Myanmar,” imbuhnya.

sumber : TribunJateng.com

 

Polrestabes Semarang, Kapolrestabes Semarang, Kombes Irwan Anwar, Kota Semarang, Pemkot Semarang, Polda Jateng, Kapolda Jateng, Irjen Pol Ahmad Luthfi, Wakapolda Jateng, Brigjen Pol Agus Suryonugroho, Kabidhumas Polda Jateng, Kombes Pol Satake Bayu, Kombes Pol Nanang Haryono, Jawa Tengah, Jateng