SEMARANG – Ratusan warga Dusun Thekelan, Desa Batur, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang berkumpul di depan Gereja Pantekosta di Indonesia (GPdI) El Shaddai untuk menyambut para jemaat yang selesai menunaikan ibadah Natal, Rabu (25/12/2025) pagi.
Warga setempat yang memeluk kepercayaan selain Kristen dan Katolik, yakni Islam dan Buddha berduyung-berduyung dan berbaris untuk masing-masing menyalami para jemaat ibadah Natal.
Tampak sebagian besar dari mereka, terutama perempuan, menangis terharu saat bersalaman, berpelukan dan saling mengucapkan.
Seluruh warga dari semua umat beragama di Dusun Thekelan, Desa Batur, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang bersalaman, bermaaf-maafan, dan mengucapkan Natal kepada yang merayakan di depan GPdI El Shaddai di dusun tersebut, Rabu (25/12/2024). Hal tersebut sudah menjadi tradisi dan kearifan lokal bahkan dalam semua momentum hari besar keagamaan.
Seluruh warga dari semua umat beragama di Dusun Thekelan, Desa Batur, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang bersalaman, bermaaf-maafan, dan mengucapkan Natal kepada yang merayakan di depan GPdI El Shaddai di dusun tersebut, Rabu (25/12/2024). Hal tersebut sudah menjadi tradisi dan kearifan lokal bahkan dalam semua momentum hari besar keagamaan. (Reza Gustav/TribunBanyumas.com)
Pasalnya, selain mengucapkan, mereka juga saling bermaaf-maafan layaknya kebiasaan umat Islam saat Hari Raya Idulfitri.
Tradisi itu sudah mengakar dalam diri masyarakat di lereng Gunung Merbabu tersebut yang menjunjung tinggi toleransi dan keharmonisan antarumat beragama.
Kepala Dusun Thekelan, Agus Supriyo mengungkapkan bahwa tradisi itu sudah menjadi kearifan lokal warganya setiap hari besar keagamaan, termasuk Idulfitri dan Waisak.
“Sebanyak total 720 warga di sini terdiri dari empat umat, Kristen, Katolik, Islam, dan Buddha.”
“Di samping pengucapan selamat, terselip rasa terharu saling memaafkan sehingga sampai menangis,” kata pria yang kerap disapa Tarsan tersebut.
Dia berharap, kearifan lokal yang unik terjadi di wilayahnya itu bisa terus dilestarikan.
Menurut Tarsan, suasana permukiman yang sejuk di ketinggian sekitar 1.600 meter di atas permukaan laut (mdpl) membuat perasaan lebih adem, sehingga warga di sana saling mengenal dekat satu sama lain.
“Tradisi ini sudah lama, sebenarnya sejak zaman nenek moyang kami.”
“Tapi perayaan salaman ini dimulai lagi dari 2010,” imbuh dia.
Selain bersalam-salaman, terdapat juga sebagian warga yang menggelar open house dan menyajikan hidangan-hidangan khas hari raya, satu di antaranya masakan opor.
Sementara itu, seorang jemaat ibadah Natal di gereja tersebut, Juni Suyanti (30) mengaku, merasa senang seusai mendapatkan ucapan selamat dari seluruh warga di dusunnya.
Suasana tersebut sudah dirindukan dia sejak lama.
Pasalnya, pada momentum Natal 2023 sebelumnya dia tidak bisa ikut dalam kegiatan bersalaman bersama warga.
“Saya menangis, terharu karena lalu tidak bisa ikut, namun sekarang bisa ikut.”
“Besok saat Idul Fitri dan Waisak, saya juga akan ikut mengampaikan selamat kepada semua yang Islam dan Buddha,” kata Juni.
sumber: TribunBanyumas.com
Polda Jateng, Kapolda Jateng, Irjen Pol Ribut Hari Wibowo, Wakapolda Jateng, Brigjen Pol Agus Suryonugroho, Kabidhumas Polda Jateng, Kombes Pol Artanto, Jawa Tengah, Jateng, AKBP Sigit, AKBP Erick Budi Santoso, Iptu Mohammad Bimo Seno, Kombes Pol Ari Wibowo, Kompol Muhammad Fachrur Rozi, Artanto, Ribut Hari Wibowo