SEMARANG – Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang bakal menindak tegas pengembang perumahan yang tidak melakukan kajian teknis tata ruang dan tata bangunan. Seperti yang terjadi di Perumahan Grand Permata, Kelurahan Meteseh, Kecamatan Tembalang.
Pasalnya, perumahan yang lokasinya berbatasan langsung dengan Daerah Aliran Sungai (DAS) Babon tersebut kerap dilanda banjir limpasan. Hal itu terjadi karena tanggul atau taludnya tidak sesuai kajian teknis yang dikeluarkan oleh Dinas Tata Ruang (Distaru) Kota Semarang.
Kepala Distaru Kota Semarang Irwansyah mengatakan para pengembang memiliki kewajiban untuk menyediakan rasa aman bagi masyarakat yang menjadi penghuninya.
“Kami akan terbitkan surat peringatan atau SP3, kalau mereka tidak kunjung melakukan maka kami akan tindak lanjut dengan ketentuan yang berlaku, bisa penyegelan,” kata Irwansyah dalam keterangan tertulis, Minggu (17/3/2024).
Tak hanya itu, dia menjelaskan Pemkot Semarang bisa melakukan pembekuan bahkan pencabutan Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Surat peringatan tersebut dikeluarkan untuk mendorong pengembang perumahan segera membangun talud atau tanggul sesuai ketentuan yang berlaku.
“Intinya kami minta segera membuat talud atau tanggul sesuai kajian teknis yang benar, bukan sekadar bangun talud, sehingga berfungsi karena perumahan itu berbatasan langsung dengan Sungai Babon,” ujarnya.
Menurutnya, pengembangan perumahan selain berorientasi terhadap bisnis juga harus memahami kebutuhan rumah atau backlog yang sekarang ini menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah. Termasuk pentingnya perizinan baik tata ruang maupun tata bangunan yang telah ditetapkan.
“Kami harap developer juga bisa memahami, mereka butuh bisnis pengembang perumahan. Tolonglah siapkan perumahan yang layak huni, jangan sekadar bisnis. Mereka kalau mau terus mengembangkan rumah tersebut harus disesuaikan dulu karena risikonya ke masyarakat penghuni,” jelasnya.
Dirinya mengatakan para pengembang perumahan seharusnya paham terhadap segala jenis perizinan seperti Ketentuan Rencana Kota (KRK), Sertifikat Laik Fungsi (SLF), dan ketentuan yang termaktub dalam Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Permukiman.
Disebutkan dalam Undang-Undang tersebut, pengusaha properti wajib menyediakan atau mengalokasikan untuk pembangunan Prasarana, Sarana, dan Utilitas (PSU) sebesar 40 persen dari total lahan yang tersedia. Sisanya yakni 60 persen harus menjadi hunian termasuk halaman rumah.
“Besok kami akan turun ke lapangan, yang jelas perumahan ini kami warning, kalau kami tidak tegas kasihan penghuninya,” tutur Irwansyah.
Dia juga menjelaskan hal itu termasuk pula ketentuan wajib melakukan kajian hidrologis. Aturan tersebut memuat terkait sirkulasi tata air, termasuk perumahan yang terletak di pinggir sungai walaupun ada garis badan sungai harus memenuhi denah pembangunan tanggul yang sesuai.
Selain melibatkan instansi terkait seperti Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Kota Semarang dan Dinas Perumahan dan Permukiman (Disperkim) Kota Semarang, pihaknya juga menggandeng Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Pemali Juana.
“Kami dengan PU, BBWS, Perkim akan jaga bareng-bareng. Semua pengembangan perumahan akan kami sesuaikan dengan daya dukung lahan. Bisa bangun embung, talud, resapan harus dibuat sesuai kajian hidrologis,” ujar Irwansyah.
Sebagai informasi tambahan, cuaca ekstrem menjadi salah satu penyebab banjir di Kota Semarang dalam kurun waktu empat hari terakhir. Pada Sabtu (16/3) Perumahan Grand Permata Tembalang kebanjiran karena air Sungai Babon melimpah talud yang tak sesuai ketentuan. Termasuk Perumahan Puri Dinar Indah juga menjadi perhatian serius Pemkot Semarang.
Polrestabes Semarang, Kapolrestabes Semarang, Kombes Irwan Anwar, Kota Semarang, Pemkot Semarang, Polda Jateng, Kapolda Jateng, Irjen Pol Ahmad Luthfi, Wakapolda Jateng, Brigjen Pol Agus Suryonugroho, Kabidhumas Polda Jateng, Kombes Pol Satake Bayu, Kombes Pol Andhika Bayu Adhittama, Jawa Tengah, Jateng