Berita

Penganiaya Santri hingga Tewas di Sukoharjo Divonis 7 Tahun Penjara

Cropped Favicon Bi 1.png
×

Penganiaya Santri hingga Tewas di Sukoharjo Divonis 7 Tahun Penjara

Share this article
Vonis 7 Tahun Bui Untuk Senior Penganiaya Santri Hingga Tewas

Sukoharjo – Terdakwa penganiaya santri Ponpes dan SMP Az-Zayadiyy di Desa Sanggrahan, Grogol, Sukoharjo hingga tewas, MG (15), telah divonis 7 tahun penjara. MG terbukti bersalah melakukan kekerasan hingga mengakibatkan juniornya, AK (13) meninggal dunia.
Sidang anak perkara nomor 5/Pid.Sus-Anak/2024/PN Skh di Pengadilan Negeri (PN) Sukoharjo itu digelar hari ini. Sidang tersebut hanya dihadiri pihak keluarga korban. Sebelum sidang, mereka sempat membentangkan berbagai spanduk dan foto AK. Sidang juga dikawal ketat kepolisian.

Orang tua AK, Tri Wibowo, memohon kepada hakim dalam sidang tersebut agar hukum ditegakkan.

“Pak Tolong Pak, saya minta tolong, ini tuntutan kita, tolong ditegakkan. Tolong beri keadilan untuk anak saya, anak saya anak baik,” kata Tri Wibowo kepada hakim sebelum sidang dimulai di PN Sukoharjo, Senin (21/10/2024).

Sidang dengan agenda pembacaan vonis itu dipimpin oleh hakim Sonny Eko Andrianto. Sidang dimulai sekira pukul 10.10 WIB dan terbuka untuk umum.

Dalam pembacaan vonisnya, Sonny mengatakan, perbuatan terdakwa terbukti melanggar Pasal 80 ayat 3 jo Pasal 76 (c) UURI Nomor 33 Tahun 2014 tentang perubahan atas UURI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

“Mengadili, satu menyatakan anak MG tersebut di atas terbukti secara sah meyakinkan melakukan tindak pidana melakukan kekerasan yang menyebabkan matinya korban sebagaimana dakwaan primer tersebut. Dua, menjatuhkan pidana kepada anak oleh karena itu dengan pidana penjara selama 7 tahun di lembaga pembinaan khusus anak kelas 2 Kutoharjo, dan pelatihan kerja selama 6 bulan bertempat di, saya tidak bacakan tepatnya. Tiga, menetapkan masa penahanan yang telah dijalani oleh anak dikurangkan seluruhnya dari pidana yang sudah dijatuhkan,” kata Sonny saat membacakan vonis.

Atas putusan ini, Sonny mengatakan, anak (MG) dan penasehat hukumnya memiliki hak untuk menerima atau banding atau pikir-pikir hingga jangka waktu yang ditentukan.

Dalam sidang itu, MG sebenarnya berada di PN Sukoharjo di sel khusus anak. Namun hakim memutuskan tidak menghadirkan MG ke persidangan.

Humas PN Sukoharjo Deni Indrayana mengatakan, hakim memiliki pertimbangan tersendiri untuk tidak menghadirkan terdakwa dalam ruang persidangan.

“Kenapa terdakwa tidak dihadirkan. Terdakwa ada di sini di ruang ramah anak. Ini mengingat hakim punya keputusan, dan itu kewenangan dalam menentukan bahwa patut juga diperhatikan soal keamanan dan keselamatan. Bukan kita kita berprasangka buruk terhadap pihak korban, tidak. Tapi kita mengantisipasi, karena kita tidak ingin satu kejadian buruk, menimbulkan kejadian buruk lainnya. Makanya kita hadirkan pengamanan yang cukup juga untuk hari ini,” ucap Deni.

Terkait vonis 7 tahun, Deni mengatakan itu sudah merupakan ketentuan hukum positif dalam UU Perlindungan anak.

“Ancaman pidana tertinggi untuk anak adalah setengah dari pidana untuk orang dewasa. Bahkan untuk perkara yang ancamannya sampai titik tertinggi, yaitu 20 tahun atau seumur hidup atau mati, itu anak hanya 10 tahun. Itu konsekuensi dari UU kita,” jelasnya.

Respons Keluarga Korban
Ditemui usai persidangan, ayah korban Tri Wibowo mengucapkan terima kasih kepada hakim, karena mengabulkan tuntutan jaksa selama 7 tahun. Hukuman itu sudah maksimal dalam kasus Perlindungan Anak.

“Kalau kepuasan saya rasa belum sebanding dengan hilangnya anak saya. Tapi karena ini sudah peraturan yang ditetapkan di negara tempat kita tinggal. Tentunya mau tidak mau harus kita terima, karena ini sudah yang paling maksimal,” kata Tri Wibowo.

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, seorang santri pondok pesantren di Kecamatan Grogol, Kabupaten Sukoharjo, inisial AK (13) dikabarkan meninggal pada Senin (16/9) lalu. Ayah korban, Tri Wibowo menyebut ada dugaan anaknya menjadi korban kekerasan seniornya. Santri tersebut duduk di bangku kelas 8.

“Dari informasi yang saya dapatkan, memang anak saya ini, mohon maaf, bisa dibilang korban kekerasan yang dilakukan santri kakak tingkatnya,” kata Tri kepada awak media di rumah duka, Selasa (17/9) lalu.

Sumber : detik.com

 

Polda Jateng, Kapolda Jateng, Irjen Pol Ribut Hari Wibowo, Wakapolda Jateng, Brigjen Pol Agus Suryonugroho, Kabidhumas Polda Jateng, Kombes Pol Artanto, Jawa Tengah, Jateng, AKBP Sigit, AKBP Erick Budi Santoso, Iptu Mohammad Bimo Seno, AKBP Suryadi, Kombes Pol Ari Wibowo, Kompol Muhammad Fachrur Rozi, Kepolisian Daerah Jateng, Polisi Jateng, Polri, Polisi Indonesia, Artanto, Ribut Hari Wibowo, pikadadamai, pilkadajatengdamai, pilgubjatengdamai