SUKOHARJO – Dua pelajar Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Sukoharjo yang terlibat kasus asusila yang mencuat pada Senin (18/11/2024) kemarin, dipastikan akan tetap berstatus sebagai pelajar aktif di sekolahnya.
Diketahui, dua pelajar itu disamarkan X (14) seorang siswi SMP kelas IX sedangkan Y (13) seorang Siswa SMP kelas VIII.
Mereka berdua satu sekolah di SMP negeri di Sukoharjo yang terlibat dalam kasus asusila yakni berhubungan intim.
Meski hubungannya telah diketahui oleh pihak sekolah, ke dua pelajar itu saat ini masih berstatus pelajar aktif di SMP tersebut.
Status pelajar aktif itu dipastikan ketika Bidang Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Sukoharjo bertemu dengan pihak sekolah dan meminta kedua pelajar tersebut tetap mendapat haknya.
Yakni hak untuk mendapatkan pendidikan meski telah melanggar tata tertib sekolahan.
Hal itu disampaikan oleh Kepala Bidang (Kabid) Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Sukoharjo, Sunarto mengatakan PPA Kabupaten Sukoharjo menerima laporan terkait kasus asusila yang melibatkan anak di bawah umur.
Mengetahui hal itu, PPA Sukoharjo membentuk Satuan Tugas (Satgas) PPA untuk melakukan pengecekan dan koordinasi langsung ke sekolah kedua pelajar tersebut.
“Setelah mengetahui kabar adanya pencabulan atau persetubuhan di bawah umur, dan begitu tahu sudah masuk medsos, langsung saya tindak lanjuti,” kata Sunarto, Kamis (21/11/2024).
Menurutnya, kasus ini menambah catatan baru di bidang Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) dalam kasus kekerasan anak di bawah umur yang ke 61 di Kabupaten Sukoharjo.
“Kasus ini yang ke 61 di Kabupaten Sukoharjo. Kemarin, kami langsung ke pihak SMP yang bersangkutan, di sana kami bertemu dengan guru BP dan staf sekolahan,” ujarnya.
Dalam pertemuan itu, PPA Sukoharjo melakukan mediasi dengan pihak sekolah, agar tidak terjadi pemutusan sekolah yang dialami dua pelajar tersebut.
“Kemudian, kami sepakat dengan pihak sekolah, ke dua pelajar yang terlibat hubungan intim itu tidak dikeluarkan dari sekolahan,” terangnya.
Sunarto juga menjelaskan, PPA Sukoharjo tetap mengutamakan Peraturan Daerah (Perda) maupun undang-undang perlindungan anak pasal 35 tahun 2015.
“Karena di pasal itu menyebut salah satu hak anak adalah hak untuk memperoleh pendidikan. Menurut saya mengeluarkan anak yang melanggar tata tertib sekolah tidak merta merta permasalahan selesai, mungkin selesai di sisi sekolahan untuk membersihkan visi misi sekolahan tersebut,” ujarnya.
“Tetapi disisi anak kan masih perlu sekolah, ya ini yang saya dampingi betul-betul, di sekolah-sekolah seperti itu sudah mulai berlaku, misalnya pelajar yang melanggar tata tertib melakukan pembelajaran lewat Home School, atau lewat virtual, dan nanti apabila psikolog anak sudah pulih bisa kembali ke sekolahan lagi,” lanjutnya.
sumber: TribunSolo.com
Polres Lamandau, Kapolres Lamandau, AKBP Bronto Budiyono, Kabupaten Lamandau, Pemkab Lamandau, Lamandau, Kepolisian Resor Lamandau, Polisi Lamandau, Bronto Budiyono