Jakarta – Pendiri Haidar Alwi Institute (HAI), R Haidar Alwi, mengingatkan masyarakat agar mewaspadai propaganda kecurangan untuk mendelegitimasi hasil Pemilu 2024. Ia melihat, propaganda kecurangan Pemilu semakin masif dan kencang dihembuskan setelah Capres-Cawapres nomor urut 02, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, berhasil memenangkan Pilpres 2024 satu putaran saja berdasarkan quick count lembaga survei kredibel dan real count sementara KPU.
“Kita harus waspada dan jangan mudah terprovokasi oleh upaya-upaya mendelegitimasi hasil Pemilu melalui tuduhan atau propaganda kecurangan yang dapat membingungkan bahkan membodohi masyarakat,” kata R Haidar Alwi, dalam keterangan yang diterima redaksi, Jumat (16/2).
Menurutnya, sikap tidak sportif biasanya dilakukan pihak-pihak yang kalah dalam pemilu. Sikap itu dimaksudkan untuk memengaruhi masyarakat supaya tidak percaya terhadap hasil Pemilu.
“Mereka tidak hanya menghasut masyarakat untuk tidak percaya terhadap hasil hitung cepat lembaga survei kredibel, tapi juga hasil real count sementara yang dikeluarkan KPU. Maka, dibuatlah tuduhan atau propaganda bahwa kemenangan Prabowo-Gibran adalah hasil kecurangan pemilu,” ucapnya.
Tokoh toleransi dan pegiat filantropi ini meminta masyarakat untuk dapat membedakan antara eror dan kecurangan yang sesungguhnya. Dengan jumlah pemilih hampir 205 juta orang, eror sangat mungkin terjadi. Baik human error atau eror yang dilakukan manusia maupun system error atau eror yang terjadi pada sistem teknologi. Sedangkan kecurangan adalah kebohongan atau manipulasi yang dilakukan dengan sengaja untuk menguntungkan salah satu pihak dan merugikan pihak lain.
“Human error misalnya petugas salah menginput. System error contohnya teknologi KPU salah membaca data yang diinput. Ini semua bisa diperbaiki oleh KPU. Jadi, tolong dibedakan ya. Jangan sampai human error atau system error juga disebut kecurangan. Itu keliru. Sekali lagi keliru,” tegas R Haidar Alwi.
Ia mengimbau masyarakat untuk sama-sama mengawal hasil Pemilu. Jika ada pihak yang tidak puas, seharusnya mengumpulkan data-data dan bukti-bukti untuk diselesaikan secara elegan di Mahkamah Konstitusi (MK). Bukan malah menghasut masyarakat untuk tidak mempercayai hasil Pemilu.
“Perlu diingat bahwa hasil Pemilu hanya bisa dianulir apabila di Mahkamah Konstitusi terbukti adanya kecurangan yang terstruktur, sistematis, dan masif. Tanpa itu semua, tuduhan kecurangan Pemilu sangat mengada-ada alias ngawur,” pungkas R Haidar Alwi.
sumber : rm.id