Berita

Tanggapan KPAI: 7 Poin Desakan Setelah Kasus Santri Tewas Dianiaya Senior di Sukoharjo

Cropped Favicon Bi 1.png
×

Tanggapan KPAI: 7 Poin Desakan Setelah Kasus Santri Tewas Dianiaya Senior di Sukoharjo

Share this article
Tanggapan Kpai: 7 Poin Desakan Setelah Kasus Santri Tewas Dianiaya

Sukoharjo – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) melakukan koordinasi dan investigasi dalam kasus tewasnya salah satu santri pondok pesantren (Ponpes) di Desa Sanggrahan, Kecamatan Grogol, Kabupaten Sukoharjo. Santri berinisial AKPW (13), warga Kecamatan Jebres, Kota Solo, itu diduga meninggal usai dianiaya seniornya berinisial MG (15), warga Wonogiri.

Komisioner KPAI Klaster Pendidikan, Waktu Luang, dan Budaya, Aris Adi Leksono, mengatakan pihaknya sudah melakukan koordinasi dengan pihak keluarga korban, dan Kemenag untuk mengetahui kronologis kejadian tersebut.

Diketahui, peristiwa kekerasan itu terjadi di kamar 23 gedung asrama putra, pada Senin (16/9), sekira pukul 11.00 WIB.

“Kejadian bermula terduga pelaku meminta uang dengan paksa kepada korban, tapi karena korban tidak memberi dan menyampaikan tidak punya uang. Hingga akhirnya terjadi pukulan kepada korban pada bagian perut, dada, dan ulu hati korban. Lalu korban tidak sadarkan diri. Karena tidak tertangani dengan cepat, akhirnya korban meninggal dunia,” kata Aris dalam keterangan yang diterima detikJateng, Kamis (19/9/2024).

KPAI berpendapat bahwa tingginya angka kekerasan yang terjadi di pesantren adalah masalah serius, apalagi hingga berdampak kematian. Pesantren harusnya menjadi rumah yang aman, nyaman, dan menyenangkan buat anak.

Dia menegaskan bahwa kekerasan terhadap AKPW yang berujung kematian, merupakan pelanggaran terhadap UU RI No. 35 Tahun 2014 perubahan UU RI No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Maka proses hukum harus berjalan sesuai UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

“Sehingga penanganan kasus ini harus cepat, sebagai bentuk menerapkan upaya perlindungan khusus bagi anak sebagaimana UU Perlindungan Anak Pasal 59A,” ujarnya.

7 Poin Desakan KPAI:

1. Polres Sukoharjo mengusut secara tuntas kasus kekerasan yang berakibat kematian AKPW, memastikan keadilan bagi korban dan keluarganya.

2. Dalam memproses hukum kasus ini, Polres Sukoharjo harus mengacu pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
Bahwa Peradilan Pidana Anak dilaksanakan berdasarkan asas: perlindungan; keadilan; nondiskriminasi; kepentingan terbaik bagi Anak; kelangsungan hidup dan tumbuh kembang Anak; pembinaan dan pembimbingan Anak; perampasan kemerdekaan dan pemidanaan sebagai upaya terakhir; dan penghindaran pembalasan.

3. Kementerian Agama bersama Dinas Pengendalian Peduduk, KB, dan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Sukoharjo agar memastikan terpenuhinya hak keluarga korban diantaranya, pendampingan psikologi, pendampingan hukum, pemulihan dan lainnya.

4. Kementerian Agama bersama Dinas Pengendalian Peduduk, KB, dan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Sukoharjo agar memberikan pendampingan dan pemulihan dalam bentuk trauma healing atau lainnya pada santri pesantren, terutama pada anak yang melihat, menyaksikan dan berintraksi langsung dengan korban.

5. Kementerian Agama dan Dinas Pengendalian Penduduk, KB, dan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Sukoharjo, secara intensif dan konsisten, mendampingi pondok pesantren se Kabupaten Sukoharjo melakukan berbagai upaya untuk mencapai standard Pesantren Ramah Anak; melakukan edukasi tentang UU RI No. 35 Tahun 2014 perubahan UU RI No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, khususnya terkait anti kekerasan di lingkungan pesantren.

6. Kementerian Agama RI bersama Kanwil dan Kemenag Kabupaten/Kota agar melakukan langkah akselerasi dan inovatif terhadap upaya mencegah kekerasan pada lembaga pendidikan pesantren. Salah satunya dengan membentuk Satgas/Tim Khusus yang memiliki keterampilan dalam perlindungan anak.

7. Masyarakat memainkan peran utamanya dalam mencegah dan menangani kekerasan terhadap dan atau oleh anak, dengan cara memperkuat pengetahuan dan ketrampilan warga masyarakat dalam mengenali hak-hak anak dan dalam melindungi anak dari berbagai bentuk kekerasan.

Diberitakan sebelumnya, seorang santri SMP kelas 8, yang mondok di salah satu pondok pesantren di Desa Sanggrahan, Kecamatan Grogol, Kabupaten Sukoharjo, berinisial AK (13), meninggal dunia di tangan seniornya sendiri. Begini motif yang diungkap polisi.

Kapolres Sukoharjo, AKBP Sigit, mengatakan anak yang berhadapan dengan hukum berinisial MG (15), warga Wonogiri. MG merupakan kakak kelas korban yang duduk di bangku kelas 9. Waktu kejadian pada Senin (6/9) sekira pukul 11.00 WIB.

“Awalnya pada saat berjalan di lorong, terduga (MG) mencium bau rokok dari kamar sebelah, 2.3, dan langsung didatangi. Setelah datang, anak yang bermasalah dengan hukum ini, meminta rokok kepada salah satu anak kelas 8 (korban). Karena tidak punya (rokok), tidak dikasih,” kata Sigit saat konferensi pers di Mapolres Sukoharjo, Selasa (17/9).

sumber: detikjateng

 

Polres Sukoharjo, Kapolres Sukoharjo, Kapolres Sukoharjo Sigit, AKBP Sigit, Kabupaten Sukoharjo, Pemkab Sukoharjo, Polda Jateng, Kapolda Jateng, Irjen Pol Ribut Hari Wibowo, Wakapolda Jateng, Brigjen Pol Agus Suryonugroho, Kabidhumas Polda Jateng, Kombes Pol Artanto, Jawa Tengah, Jateng, Kepolisian Resor Sukoharjo, Polisi Sukoharjo, Artanto, Ribut Hari Wibowo