Semarang – Polisi menangkap seorang pelaku penipuan jaringan Kamboja dengan modus menawarkan pekerjaan paruh waktu di media sosial. Korbannya merupakan PNS di Semarang yang mengalami kerugian hingga Rp 1,3 miliar.
“Ini jaringannya sampai di Kamboja kemudian untuk korban sendiri kerugiannya mencapai Rp 1,3 miliar. Tersangka ini atas nama MRA (20) ini orang Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara,” ujar Kasat Reskrim Polrestabes Semarang Kompol Andika Dharma Sena di kantornya, Kecamatan Semarang Selatan, Selasa (9/7/2024).
MRA atau Muhammad Rafi Akbar alias Gendong merupakan ketua kelompok yang bekerja dalam jaringan penipuan tersebut. Kelompok tersebutlah yang bertugas mencari korban yang salah satunya berasal dari Semarang itu.
“Tersangka ini mempunyai bos ya atasannya ini dari Kamboja, yang tersangka ini ketua kelompok. Kelompok ini tugasnya adalah mencari korban di mana korban tersebut diiming-imingi keuntungan dan modusnya adalah membagikan link dan korban diajak bekerja sama,” jelasnya.
Dia menyebut korban merupakan seorang PNS yang sudah paruh baya. Korban kehilangan Rp 1,3 miliar karena mengikuti kerja sampingan itu dalam jangka waktu kurang lebih 1 bulan.
“Awalnya korban ini memberikan uang sebesar Rp 10 juta. Ini meningkat terus sampai korban di angka Rp 900 juta lebih karena korban ingin mengambil uangnya. Tersangka ini menyampaikan korban harus menambah sampai genap Rp 1 M sehingga korban menambahkan kembali namun belum bisa diambil. Korban harus transfer lagi Rp 125 juta, nah karena sudah tidak sanggup akhirnya melapor ke Polrestabes Semarang,” ujar Andika.
“Kami jerat dengan UU ITE pasal 28 terkait penipuan online, kita lapis dengan KUHP 378 dengan ancaman pidana penjara 6 tahun,” sambungnya.
Andika berkata Rafi Akbar alias Gendong ditangkap pada 27 Juni 2024 di Medan. “Yang bersangkutan ini kita amankan juga di Medan, Sumatera Utara pada hari Kamis 27 Juni 2024 pukul 15.00 WIB saat kembali dari Kamboja,” terang Andika.
Modus Kerja Like Akun Belanja Online
Saat dihadirkan dalam jumpa pers, Rafi Akbar atau Gendong mengungkapkan ia bekerja sebagai ‘ketua kelompok’ penipuan tersebut selama 1,5 tahun di Kamboja.
Sebagai ketua kelompok, tugasnya adalah mengoordinasi 12 orang lain yang menjadi anggotanya. Dia menyebut 12 orang lainnya itu juga merupakan WNI dan menargetkan sesama orang Indonesia.
“Pekerja di sana warga negara Indonesia semua,” katanya.
Penipuan itu dilakukan dengan cara menyebarkan link yang menawarkan kerja paruh waktu di berbagai platform media sosial. Kerja paruh waktu yang ditawarkan ialah untuk menekan tombol suka (like) pada akun belanja online.
“Setelah korban bersedia bergabung akan didaftarkan akun tugas. Setelah didaftarkan nanti dialihkan ke mentor guru untuk dipandu untuk mendapat tugas dan mendapat komisi. Ketua tim hanya memantau,” tambahnya.
Nantinya korban akan diberi tabel tugas yang harus dikerjakan dan komisi yang akan didapatkan. Sebelum mengerjakan tugas itu, korban diminta untuk melakukan deposit sejumlah uang.
“Upah sudah disediakan table tugas persenan dan komisi yang didapatkan. Upah 10 persen sampai 30 persen dari deposit,” jelasnya.
Biasanya, para penipu itu akan benar-benar membayar upah dan mengembalikan deposit pada satu atau dua kali tugas yang diberikan. Namun, pada tugas ketiga dan keempat komisi dan deposit itu tak lagi dikembalikan.
“Total (korban) banyak setiap hari selalu ada mungkin sekitar puluhan juta (rupiah), yang dicairkan biasanya di awal 2-3 kali permainan,” ujar Gendong.
sumber : detikjateng